- Sekitar 124 anggota tim SAR (Search and Rescue) dan relawan akhirnya turun gunung, Kamis (17/5/2012) kemarin. Mereka kembali ke markas setelah delapan hari hidup di puncak Gunung Salak.
Tidak mudah bertahan hidup di Gunung Salak. Bukan semata persoalan logistik, tim evakuasi harus berjibaku dengan kondisi alam di Gunung Salak yang tak menentu.
"Cuaca sangat buruk. Setiap hari pasti hujan. Kabut pun sangat tebal, sehingga makin menyulitkan proses evakuasi," kata pimpinan operasi di puncak Gunung Salak Mayor (inf) Budi Mawardi Syam.
Ia menjelaskan, tebing manik yang memiliki kemiringan 80 hingga 90 derajat juga membuat tim kesulitan untuk melakoni evakuasi. Karena itu, saat ia dan pasukannya tiba di lokasi reruntuhan pesawat, tim tak bisa langsung turun ke bawah. Mereka harus menunggu anggota tim SAR dari Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) membuka jalur.
"Jarak antara tempat pesawat jatuh dengan puncak gunung sekitar 400 meter, sedangkan dari jatuhnya pesawat ke dasar jurang sekitar 500 meter. Sepanjang itulah jalur yang harus kami bikin," ujar Ujang, anggota FPTI yang mengkhususkan diri di bidang panjat vertical rescue itu.
Setelah Ujang membuat jalur, Mayor Budi membagi tugas kepada para anggotanya. Satu tim beranggotakan sekitar 5 hingga 8 orang bertugas mencari mesin ke dasar jurang. Kemudian ada tim yang dibentuk untuk menjemput mayat dari dasar jurang, dan membawanya ke puncak dengan cara estafet.
Selain itu ada pula tim yang menyiapkan logistik, serta tim terakhir yang bertugas mengangkut kantong mayat menuju helikopter. Dengan pembagian tugas seperti ini, mereka pun berhasil membawa lebih dari 35 kantong mayat hingga hari terakhir, kendati tidak diketahui berapa
mayat yang berhasil diangkut di dalam kantong tersebut.
"Kami sudah menyisir semua lokasi di sekitar jurang. Tak ada lagi jasad maupun potongan tubuh korban yang bisa kami temukan," kata Budi, yang juga menjabat sebagai Komandan Yonif 315 Garuda Kencana.
Sementara itu seorang prajurit Kopassus mengamini sulitnya medan menuju puncak Gunung Salak. "Dari puncak ke dasar jurang jaraknya sekitar 1200 meter, dengan tingkat kemiringan 80 derajat hingga 90 derajat. Rute itulah yang harus kami tempuh untuk mengangkut kantong jenazah para korban," kata prajurit Kopassus berpangkat letnan satu tersebut.
Kendala tidak hanya soal evakuasi korban. Tim SAR mulai was-was saat malam tiba. Udara yang dingin disertai hujan yang turun sepanjang hari, membuat tim SAR harus tidur seadanya.
"Memang ada yang bawa tenda, tapi tak bisa didirikan, karena lokasinya tidak memungkinkan. Ada beberapa yang bikin bivak untuk tidur, tapi lebih banyak yang tidur seadanya, bahkan sambil berdiri," tuturnya."Cuaca di atas memang sangat buruk. Kabut bisa turun kapan saja."